Thursday, April 17, 2025

Allah Ta‘ala Mengajak Hamba-hamba-Nya dalam Al-Qur’an Untuk Mengenal-Nya Melalui Dua Jalan

Allah Ta‘ala mengajak hamba-hamba-Nya dalam Al-Qur’an untuk mengenal-Nya melalui dua jalan:


Pertama, dengan merenungi ciptaan-ciptaan-Nya (maf‘ūlātih).
Kedua, dengan merenungi dan mentadabburi ayat-ayat-Nya (āyātih); yang pertama adalah ayat-ayat yang disaksikan (kauniyyah), dan yang kedua adalah ayat-ayat yang didengar dan dipahami (syar‘iyyah).

Jenis pertama seperti firman-Nya:

> “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan kapal-kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia...” (Al-Baqarah: 164)
Dan:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imran: 190)
Ayat semacam ini sangat banyak dalam Al-Qur’an.



Jenis kedua seperti firman-Nya:

> “Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an?” (An-Nisa’: 82)
“Maka apakah mereka tidak memikirkan perkataan (Al-Qur’an) itu?” (Al-Mu’minun: 68)
“Kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh berkah agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya.” (Shad: 29)
Dan ini pun banyak ditemukan dalam Al-Qur’an.



Adapun ciptaan-ciptaan (maf‘ūlāt) menunjukkan adanya perbuatan (af‘āl), dan perbuatan menunjukkan sifat-sifat (ṣifāt). Sebab, sebuah ciptaan menunjukkan adanya Pencipta yang melakukannya, dan itu meniscayakan adanya eksistensi, kemampuan, kehendak, dan ilmu dari Sang Pencipta. Karena tidak mungkin sebuah perbuatan yang bersifat pilihan muncul dari sesuatu yang tidak ada, atau dari sesuatu yang ada tapi tidak memiliki kemampuan, kehidupan, ilmu, dan kehendak.

Kemudian, segala bentuk pembatasan dan ragam dalam ciptaan menunjukkan adanya kehendak (irādah), dan bahwa perbuatan-Nya bukanlah terjadi secara alamiah dan seragam.
Apa yang terkandung dalam ciptaan dari manfaat, hikmah, dan tujuan yang baik menunjukkan hikmah-Nya.
Apa yang mengandung kebaikan dan pemberian menunjukkan rahmat-Nya.
Apa yang berupa azab dan hukuman menunjukkan murka-Nya.
Apa yang menunjukkan kemuliaan dan kedekatan menunjukkan cinta-Nya.
Apa yang mengandung kehinaan dan pengusiran menunjukkan kebencian dan kemurkaan-Nya.
Apa yang menunjukkan permulaan sesuatu dalam kelemahan hingga mencapai kesempurnaan menunjukkan kebenaran akan adanya kebangkitan (al-ma‘ād).
Apa yang tampak dalam tumbuhan, hewan, dan pengaturan air menunjukkan kemungkinan terjadinya kebangkitan.
Apa yang tampak dari tanda-tanda rahmat dan nikmat pada makhluk-Nya menunjukkan kebenaran kenabian.
Apa yang tampak dari kesempurnaan pada sesuatu yang bila tidak ada maka akan cacat, menunjukkan bahwa Dzat yang memberi kesempurnaan itu lebih berhak atasnya.

Maka ciptaan-ciptaan-Nya (maf‘ūlātuh) adalah salah satu bukti paling kuat tentang sifat-sifat-Nya, dan kebenaran apa yang diberitakan oleh para Rasul-Nya tentang diri-Nya.

Ciptaan-ciptaan-Nya menjadi saksi yang membenarkan ayat-ayat yang didengar, dan sekaligus mengingatkan manusia agar mengambil pelajaran dari tanda-tanda yang tercipta.

Allah Ta‘ala berfirman:

> “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.” (Fussilat: 53)
Yakni bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran. Maka Allah mengabarkan bahwa Dia akan memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda nyata yang membuktikan kebenaran ayat-ayat yang dibacakan. Kemudian Allah juga menegaskan bahwa kesaksian-Nya saja sudah cukup atas kebenaran berita-Nya, karena Dia telah menegakkan bukti-bukti dan dalil atas kebenaran Rasul-Nya.



Ayat-ayat-Nya menjadi saksi atas kebenaran Rasul-Nya, dan Dia pun menjadi saksi atas kebenaran ayat-ayat tersebut melalui ayat-ayat-Nya. Maka Dia adalah yang bersaksi dan yang disaksikan untuk-Nya, dalil dan yang ditunjuk oleh dalil itu, sehingga Dia menjadi dalil atas diri-Nya sendiri.

Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ahli makrifat:

> “Bagaimana aku mencari dalil atas Dzat yang telah menjadi dalil bagiku atas segala sesuatu? Maka dalil apapun yang aku cari tentang-Nya, keberadaan-Nya lebih jelas dari dalil itu sendiri.”



Karena itu para Rasul berkata kepada kaum mereka:

> “Apakah kalian ragu terhadap Allah?” (Ibrahim: 10)
Dia lebih dikenal dari segala yang dikenal, lebih nyata dari segala dalil. Maka segala sesuatu pada hakikatnya dikenal melalui-Nya, meskipun secara pandangan dan istidlal dikenal melalui perbuatan dan hukum-hukum-Nya.

Diterjemahkan dari Al-Fawa'id oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 


Read more...

Tuesday, April 15, 2025

Tafsir Al-Furqan:73

Firman Allah Ta‘ala:


﴿وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا (٧٣)﴾
(Dan orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah bersujud padanya dalam keadaan tuli dan buta) [Al-Furqan: 73].

Penafsiran para ulama:

Mujahid mengatakan: Apabila mereka diberi nasihat dengan Al-Qur’an, mereka tidaklah menjatuhkan diri padanya dalam keadaan tuli yang tidak mendengarnya atau buta yang tidak melihatnya, tetapi mereka mendengar, melihat, dan meyakininya.

Ibnu Abbas berkata: Mereka tidak berada padanya sebagai orang tuli dan buta, tetapi mereka tunduk dan khusyuk.

Al-Kalbi berkata: Mereka jatuh (bersujud) padanya sebagai orang-orang yang mendengar dan melihat.

Al-Farra’ berkata: Ketika Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak tetap dalam keadaan sebelumnya, seolah-olah mereka tidak mendengarnya — inilah yang disebut “khurur” (jatuh), dan aku mendengar orang Arab berkata: ‘Dia duduk mencaciku’ sebagaimana dikatakan ‘Dia berdiri mencaciku’ atau ‘Dia datang mencaciku’. Makna dari ayat itu sebagaimana disebutkan: mereka tidak menjadi tuli dan buta terhadapnya.

Az-Zajjaj berkata: Maknanya adalah, ketika ayat-ayat dibacakan kepada mereka, mereka jatuh bersujud dan menangis, dalam keadaan mendengar dan melihat terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka.

Ibnu Qutaibah berkata: Yakni mereka tidak bersikap acuh seakan-akan mereka tuli dan tidak mendengarnya atau buta dan tidak melihatnya.


Saya (penyusun) berkata:
Di sini terdapat dua hal: penyebutan tentang “jatuh” (الخرور), dan penegasan penafian terhadap sifat tuli dan buta.

Apakah yang dimaksud dengan “jatuh” itu adalah jatuhnya hati (yakni ketundukan batin), ataukah jatuhnya badan untuk bersujud?

Dan apakah maknanya: bahwa kejatuhan mereka bukan karena tuli dan buta, namun mereka justru menjatuhkan diri secara hati dalam bentuk ketundukan atau secara fisik dalam bentuk sujud?

Ataukah tidak ada makna “jatuh” dalam arti sebenarnya, tetapi itu hanya kiasan dari sikap duduk dan mendengarkan?

Diterjemahkan dari Al-Fawa'id oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 


Read more...

Mengingkari Kemungkaran dan Syarat-Syaratnya


Contoh Pertama:

Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menetapkan kewajiban mengingkari kemungkaran bagi umatnya, agar dengan pengingkaran itu terwujud kebaikan (ma’ruf) yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika pengingkaran terhadap kemungkaran justru menimbulkan kemungkaran yang lebih besar dan lebih dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, maka pengingkaran tersebut tidak dibenarkan, meskipun perbuatan yang diingkari itu sendiri memang dibenci oleh Allah dan pelakunya dimurkai oleh-Nya.

Contohnya adalah pengingkaran terhadap para raja dan penguasa dengan cara memberontak; hal ini menjadi sumber dari segala keburukan dan fitnah hingga akhir zaman. Para sahabat pernah meminta izin kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk memerangi para pemimpin yang mengakhirkan shalat dari waktunya, mereka berkata: “Tidakkah kami perangi mereka?” Maka beliau menjawab: “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat.”

Beliau juga bersabda: “Barang siapa melihat dari pemimpinnya sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar dan janganlah mencabut tangan dari ketaatan kepadanya.”

Barang siapa merenungi apa yang terjadi dalam Islam berupa fitnah-fitnah besar maupun kecil, ia akan mendapati bahwa semuanya terjadi karena menyia-nyiakan prinsip ini (yaitu bersabar atas kemungkaran) dan tidak bersabar terhadap suatu kemungkaran, sehingga berusaha menghilangkannya, namun malah menimbulkan sesuatu yang lebih besar dari kemungkaran itu sendiri.

Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu di Makkah melihat kemungkaran-kemungkaran besar, namun beliau tidak mampu mengubahnya. Bahkan ketika Allah membuka kota Makkah dan menjadikannya sebagai negeri Islam, beliau berniat untuk merombak Ka’bah dan mengembalikannya sesuai dengan pondasi Nabi Ibrahim, namun beliau tidak melakukannya—padahal mampu—karena khawatir akan muncul sesuatu yang lebih besar akibat dari hal itu, yakni ketidakmampuan Quraisy untuk menerima perubahan tersebut, karena mereka baru saja masuk Islam dan belum lama meninggalkan kekufuran.

Karena itulah beliau tidak mengizinkan pengingkaran terhadap para penguasa dengan tangan, karena hal itu akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar, sebagaimana kenyataannya yang telah terjadi.


Diterjemahkan dari I'lamul Muwaqqi'in (3/12) oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 


Read more...

Syariat Dibangun atas Dasar Maslahat bagi Para Hamba

Ini adalah pembahasan yang sangat penting, di mana banyak kekeliruan besar terhadap syariat terjadi karena kebodohan terhadap prinsip ini. Akibatnya, muncul kesulitan, beban yang tak sanggup dipikul, serta anggapan bahwa syariat datang membawa sesuatu yang berat dan tak mampu dilaksanakan — padahal syariat yang agung dan bercahaya ini tidak mungkin datang membawa hal semacam itu.

Hakikatnya, dasar dan fondasi syariat adalah:

Kebijaksanaan (hikmah),

Keadilan,

Rahmat, dan

Maslahat bagi manusia dalam urusan dunia dan akhirat.


Sehingga, setiap hukum atau fatwa yang keluar dari prinsip-prinsip tersebut — menuju kezaliman, kekerasan, kerusakan, atau kebodohan — maka itu bukan dari syariat, walau dimasukkan ke dalamnya melalui takwil (penafsiran).

Syariat adalah:

Keadilan Allah di antara hamba-Nya,

Rahmat-Nya kepada makhluk-Nya,

Cahaya dan petunjuk-Nya yang menunjukkan kebenaran dan jalan keselamatan,

Obat yang menyembuhkan,

Jalan lurus yang membawa keselamatan.


Ia adalah:

Kesenangan bagi mata yang melihatnya,

Kehidupan bagi hati yang menghayatinya,

Kenikmatan bagi ruh yang mendalaminya.


Melalui syariat:

Hidup menjadi hidup yang sejati,

Tercapai seluruh kebaikan,

Terhindar dari segala kekurangan.


Seandainya syariat ini diabaikan seluruhnya, maka dunia akan hancur dan realitas akan lenyap. Maka syariat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah tiang penopang dunia, pusat keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Diterjemahkan dari I'lamul Muwaqqi'in oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 


Read more...

Sunday, April 13, 2025

Hal-hal Pokok yang Dapat Digunakan untuk Mengenali Bahwa Suatu Hadis Adalah Maudhu‘ (Palsu) #2

Fasal


Di antaranya (tanda hadis palsu) adalah: rendahnya mutu isi hadis dan isinya yang terkesan mengada-ada atau menjadi bahan olok-olok, seperti hadis:

> "Seandainya beras itu adalah seorang lelaki, maka ia adalah seorang yang penyabar. Tidaklah seorang yang lapar memakannya, kecuali ia akan kenyang."
Hadis ini termasuk ucapan yang rendah dan tidak bermutu, yang seharusnya dijaga oleh orang-orang mulia—apalagi disandarkan kepada Pemimpin para nabi.



Dan (juga) hadis:

> "Kacang kenari adalah obat, keju adalah penyakit, tetapi jika keduanya bercampur dalam perut, maka menjadi penyembuh."
Semoga laknat Allah menimpa orang yang mengada-adakan hadis ini atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.



Dan hadis:

> "Seandainya manusia mengetahui keutamaan biji fenugreek (hilbah), niscaya mereka akan membelinya seharga emas."



Serta hadis:

> "Hadirkanlah sayur-sayuran hijau (daun-daunan) di atas meja makan kalian, karena itu dapat mengusir setan."

Dan (termasuk hadis yang bermasalah) adalah hadis:

> "Tidak ada satu daun pun dari tanaman hindiba (sejenis sayuran hijau) kecuali padanya terdapat setetes air dari surga."



Dan hadis:

> "Seburuk-buruk sayuran adalah selada air (jarjir). Barang siapa memakannya di malam hari, maka ia akan bermalam dalam keadaan jiwanya bergolak, dan urat kusta akan memukul hidungnya. Makanlah ia di siang hari, dan tinggalkanlah ia di malam hari."



Dan hadis:

> "Keutamaan minyak bunga violet dibandingkan minyak-minyak lainnya adalah seperti keutamaan Ahlul Bait atas seluruh makhluk."

Dan (termasuk hadis yang tidak sahih) adalah hadis:

> "Keutamaan daun bawang (kurrats) dibandingkan sayuran lainnya seperti keutamaan roti atas biji-bijian."



Dan hadis:

> "Jamur dan seledri adalah makanan Nabi Ilyas dan Nabi Ilyasa'."



Dan hadis:

> "Sesungguhnya hati merasakan kegembiraan ketika memakan daging."



Dan hadis:

> "Tidak ada satu buah delima pun kecuali di dalamnya ada satu biji yang berasal dari delima surga."



Dan hadis:

> "Musim semi umatku adalah buah anggur dan semangka."



Dan hadis:

> "Biasakanlah kalian memakan anggur bersama roti secara terus-menerus."


Dan (termasuk hadis yang tidak sahih) adalah hadis:

> "Hendaklah kalian mengonsumsi garam, karena ia merupakan penyembuh dari tujuh puluh macam penyakit."



Dan hadis:

> "Barang siapa memakan satu butir kacang fūl (kacang fava) beserta kulitnya, maka Allah akan mengeluarkan dari dirinya penyakit sebesar itu pula."
Semoga laknat Allah menimpa orang yang mengada-adakan hadis ini.



Dan hadis:

> "Jangan mencela ayam jantan, karena ia adalah temanku. Jika Bani Adam mengetahui apa yang terkandung dalam suaranya, niscaya mereka akan membeli bulu dan dagingnya dengan emas."



Dan hadis:

> "Barang siapa memelihara ayam jantan putih, maka setan dan sihir tidak akan mendekatinya."



Dan hadis:

> "Sesungguhnya Allah memiliki seekor ayam jantan yang lehernya melengkung di bawah ‘Arsy, sementara kakinya berada di batas-batas bumi."


Singkatnya, semua hadis tentang ayam jantan adalah dusta, kecuali satu hadis saja, yaitu:

> "Jika kalian mendengar suara kokok ayam jantan, maka mintalah karunia kepada Allah, karena sesungguhnya ia telah melihat malaikat."



.... bersambung ke #3

Diterjemahkan dari Al-Manar Al-Munif oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 


Read more...

Monday, April 7, 2025

Keadaan Manusia terhadap Was-was Setan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Sudah pasti bahwa kebanyakan manusia mengalami was-was (bisikan) dari setan.


Maka di antara mereka ada yang menuruti was-was tersebut hingga menjadi kafir atau munafik. 

Dan di antara mereka ada yang hatinya telah tenggelam dalam syahwat dan dosa, sehingga tidak merasakan was-was itu kecuali ketika ia mulai mencari agama. Maka ia akan menjadi seorang mukmin atau justru menjadi munafik. 

Oleh karena itu, seringkali was-was muncul saat seseorang sedang sholat, yang tidak muncul ketika ia tidak sholat. Karena setan akan lebih banyak mengganggu seorang hamba ketika ia ingin kembali kepada Rabb-nya, mendekat kepada-Nya, dan menyambung hubungan dengan-Nya. 

Maka karena itu, orang yang sholat lebih banyak mengalami was-was dibandingkan yang tidak sholat. 
Dan para ulama serta ahli agama mengalami was-was lebih banyak dibandingkan orang awam. 

Oleh karena itu pula, ditemukan pada para penuntut ilmu dan ahli ibadah berbagai macam was-was dan syubhat (kerancuan), yang tidak dialami oleh orang lain, karena mereka menempuh jalan syar'i dan manhaj (metode) Allah, bukan mengikuti hawa nafsu dalam kelalaian dari mengingat Rabb-nya. 

Dan inilah yang diinginkan oleh setan, berbeda halnya dengan mereka yang sungguh-sungguh menghadap Rabb-nya dengan ilmu dan ibadah." 

 Majmu' al-Fatawa (7/282)


Read more...

Saturday, April 5, 2025

Dasar Segala Kebaikan Adalah Engkau Mengetahui Bahwa Apa yang Allah Kehendaki Pasti Terjadi, dan Apa yang Tidak Dia Kehendaki Tidak Akan Terjadi



Kaidah:
Dasar segala kebaikan adalah engkau mengetahui bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Maka yakinilah bahwa kebaikan-kebaikan adalah bagian dari nikmat-Nya, maka bersyukurlah atasnya dan berdoalah agar Dia tidak mencabutnya darimu. Dan bahwa kejahatan-kejahatan adalah bagian dari kehinaan dan hukuman dari-Nya, maka mohonlah kepada-Nya agar Dia menghalangimu darinya, dan janganlah Dia menyerahkanmu kepada dirimu sendiri dalam berbuat kebaikan maupun meninggalkan keburukan.

Telah sepakat para arifin bahwa segala kebaikan berasal dari taufik Allah kepada hamba-Nya, dan segala keburukan berasal dari ditinggalkannya hamba oleh Allah. Mereka juga sepakat bahwa taufik adalah ketika Allah tidak menyerahkan hamba pada dirinya sendiri, dan bahwa kehinaan adalah ketika Allah membiarkan hamba dengan dirinya sendiri. Jika setiap kebaikan berakar dari taufik—dan itu sepenuhnya ada di tangan Allah, bukan di tangan hamba—maka kuncinya adalah doa, merasa butuh, tulus dalam bergantung dan berharap serta takut kepada-Nya. Maka kapan saja seorang hamba diberi kunci ini, berarti Allah menghendaki untuk membukakan pintu kebaikan baginya. Dan kapan saja hamba disesatkan dari kunci ini, maka pintu kebaikan tetap tertutup baginya.

Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkata:
"Aku tidak memikul kekhawatiran tentang terkabulnya doa, tetapi aku memikirkan tentang doanya itu sendiri. Maka jika aku diberi ilham untuk berdoa, maka jawabannya telah bersamanya."

Taufik dan pertolongan Allah datang sesuai dengan niat, tekad, keinginan, dan semangat hamba. Pertolongan Allah turun kepada para hamba sesuai kadar semangat, keteguhan, keinginan, dan rasa takut mereka, sedangkan kehinaan turun sesuai dengan kadar itu juga. Allah Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, menempatkan taufik dan kehinaan pada tempat yang tepat. Tidak ada yang tertimpa keburukan kecuali karena menyia-nyiakan rasa syukur dan meninggalkan rasa butuh serta doa. Dan tidak ada yang meraih kemenangan kecuali dengan kehendak Allah dan pertolongan-Nya melalui syukur, rasa butuh yang tulus, dan doa. Pokok dari semua itu adalah sabar, karena sabar bagi iman seperti kepala bagi tubuh. Jika kepala dipotong, maka tidak ada kehidupan bagi tubuh.

Tidak ada hukuman yang lebih berat bagi seorang hamba daripada kerasnya hati dan jauh dari Allah.
Neraka diciptakan untuk meleburkan hati yang keras. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras. Jika hati keras, maka mata pun menjadi kering (tidak menangis). Kekerasan hati berasal dari empat hal yang melampaui kebutuhan, yaitu: makan, tidur, bicara, dan pergaulan.

Sebagaimana tubuh yang sakit tak berguna makanan dan minuman, begitu pula hati yang sakit karena syahwat tidak bermanfaat nasihat. Siapa yang ingin hatinya bening, hendaklah ia mengutamakan Allah atas syahwatnya. Hati yang terikat pada syahwat terhalangi dari Allah sesuai kadar keterikatannya pada syahwat.

Hati adalah wadah Allah di bumi-Nya, maka yang paling dicintai-Nya adalah yang paling lembut, paling keras (tegar dalam kebenaran), dan paling jernih. Mereka yang menyibukkan hati mereka dengan dunia, jika saja mereka sibukkan dengan Allah dan akhirat, niscaya hati mereka akan berkelana dalam makna firman-Nya, ayat-ayat-Nya yang terlihat, dan kembali kepada mereka dengan hikmah-hikmah menakjubkan dan faedah-faedah indah.

Jika hati diberi makan dengan zikir, disirami dengan tafakkur, dan dibersihkan dari penyakit, maka ia akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah. Tidak setiap orang yang mengaku memiliki makrifat dan hikmah benar-benar memilikinya. Orang-orang yang benar-benar memiliki makrifat dan hikmah adalah mereka yang menghidupkan hati mereka dengan mematikan hawa nafsu, sedangkan yang membunuh hati adalah mereka yang menghidupkan hawa nafsunya. Makrifat dan hikmah hanya sekadar ucapan di lisan mereka.

Kerusakan hati datang dari rasa aman (tertipu) dan kelalaian. Kemakmurannya berasal dari rasa takut dan zikir. Jika hati zuhud dari hidangan dunia, maka ia akan duduk di atas hidangan akhirat bersama orang-orang yang diundang. Tapi jika ia ridha pada hidangan dunia, ia akan luput dari hidangan akhirat.

Kerinduan kepada Allah dan perjumpaan dengan-Nya adalah angin sejuk yang meniup hati, menenangkan dari panasnya dunia. Siapa yang menempatkan hatinya di sisi Rabb-nya, ia akan merasa tenang dan nyaman. Siapa yang melepaskannya pada manusia, ia akan gelisah dan tak tenang.

Cinta kepada Allah tidak akan masuk ke dalam hati yang dipenuhi cinta dunia, kecuali seperti unta yang masuk ke lubang jarum. Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memilihnya untuk diri-Nya, menjadikannya sibuk dengan-Nya, lisannya sibuk dengan zikir, anggota tubuhnya dengan ibadah.

Hati bisa sakit sebagaimana tubuh sakit, dan obatnya adalah taubat dan menjauhi maksiat.
Hati bisa berkarat sebagaimana cermin berkarat, dan pengkilapnya adalah zikir. Hati bisa telanjang sebagaimana tubuh, dan perhiasannya adalah takwa. Hati bisa lapar dan haus sebagaimana tubuh, dan makanannya adalah makrifat, cinta, tawakal, kembali pada Allah, dan ibadah.

Jangan lalai terhadap Dzat yang telah menentukan ajalmu dan batas hidupmu, serta dari segala sesuatu selain-Nya, karena kamu pasti membutuhkan-Nya.

Siapa yang meninggalkan perencanaan dan perhitungan untuk mencari dunia, kekuasaan, atau menyelamatkan diri dari musuh, dan bersandar sepenuhnya kepada Allah, percaya pada pilihan-Nya, maka ia akan tenang dan ridha. Ia akan bebas dari kecemasan, kesedihan, dan tekanan. Sebaliknya, siapa yang memilih mengatur hidupnya sendiri, ia akan jatuh ke dalam kesempitan, kelelahan, dan keburukan.

Tidak ada hidup yang tenang, tidak ada hati yang bahagia, tidak ada amal yang tumbuh, tidak ada harapan yang kokoh, dan tidak ada ketenangan yang abadi, kecuali dengan berserah diri pada Allah.

Allah memudahkan jalan menuju-Nya, namun Dia menghalangi manusia dengan perencanaan mereka sendiri. Jika mereka ridha dengan perencanaan Allah, tenang dengan pilihan-Nya, maka hijab itu akan tersingkap. Hati akan sampai kepada-Nya dan merasa tenteram.

Orang yang bertawakal tidak meminta kepada selain Allah, tidak menolak keputusan-Nya, dan tidak menyimpan sesuatu dari-Nya. Siapa yang sibuk dengan dirinya, maka ia akan sibuk dari selainnya. Tapi siapa yang sibuk dengan Rabb-nya, ia akan sibuk dari dirinya sendiri.

Ikhlas adalah sesuatu yang tidak diketahui malaikat untuk dicatat, tidak diketahui musuh untuk dirusak, dan tidak membuat pemiliknya bangga hingga ia membatalkannya.

Ridha adalah ketenangan hati dalam arus takdir.
Manusia tersiksa di dunia sesuai kadar keterikatan hati mereka pada dunia.

Hati memiliki enam tempat yang ia jelajahi, tiga rendah dan tiga tinggi:

Yang rendah: dunia yang menghiasinya, nafsu yang membisikinya, musuh yang menggodanya.

Yang tinggi: ilmu yang membimbingnya, akal yang mengarahkannya, dan Ilah (Tuhan) yang ia sembah.


Sumber segala kerusakan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan.
Mengikuti hawa nafsu membutakan dari kebenaran, dan panjang angan-angan membuat lupa pada akhirat.

Tak akan mencium bau kejujuran orang yang suka berdusta kepada dirinya atau memanipulasi orang lain.
Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, Dia menjadikannya sadar akan dosanya, menahan diri dari membicarakan dosa orang lain, dermawan dengan apa yang dimilikinya, tidak rakus terhadap milik orang lain, dan sabar terhadap gangguan orang lain. Jika Allah menghendaki keburukan padanya, maka sebaliknya terjadi.

Semangat yang tinggi selalu berputar di tiga hal:

1. Mengenali sifat-sifat Allah yang tinggi — maka semakin mengenal, semakin besar cinta dan keinginannya.


2. Mengingat karunia Allah — maka semakin besar syukur dan ketaatannya.


3. Mengingat dosa — maka semakin besar taubat dan rasa takutnya.



Jika semangat itu bergantung pada selain tiga hal ini, maka ia akan berkeliaran di lembah bisikan dan khayalan.

Siapa yang mencintai dunia, maka dunia akan melihat pada nilai orang tersebut, dan menjadikannya pelayan dan budaknya. Tapi siapa yang berpaling dari dunia, maka dunia melihat kebesarannya, melayaninya, dan tunduk kepadanya.

Perjalanan (spiritual) hanya bisa diselesaikan dengan terus berjalan di jalan yang lurus dan melalui malam.
Jika seorang musafir menyimpang dari jalan dan tidur sepanjang malam, maka kapan ia akan sampai ke tujuannya?


---

Diterjemahkan dari Al-Fawa'id oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 



Read more...

Tuesday, April 1, 2025

Hal-hal Pokok yang Dapat Digunakan untuk Mengenali Bahwa Suatu Hadis Adalah Maudhu‘ (Palsu) #1.

Bab


Kami ingin memberi peringatan tentang hal-hal pokok yang dapat digunakan untuk mengenali bahwa suatu hadis adalah maudhu‘ (palsu).

Di antaranya adalah: hadis tersebut memuat hal-hal yang sangat berlebihan, yang tidak mungkin diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal seperti ini sangat banyak.

Contohnya seperti dalam hadis palsu berikut:
"Barangsiapa yang mengucapkan La ilaha illallah, maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang memiliki tujuh puluh ribu lidah, setiap lidah memiliki tujuh puluh ribu bahasa yang semuanya memohonkan ampunan untuknya."

Atau hadis lain yang berbunyi:
"Barangsiapa melakukan ini dan itu, maka ia akan diberi di surga tujuh puluh ribu kota, di setiap kota ada tujuh puluh ribu istana, dan di setiap istana ada tujuh puluh ribu bidadari."

Dan contoh-contoh semacam ini yang mustahil keluar dari lisan Rasul.

Orang yang membuat hadis seperti ini pasti tidak lepas dari dua kemungkinan:

1. Ia adalah orang yang sangat bodoh dan dungu.


2. Atau ia adalah seorang zindiq (munafik/kafir yang pura-pura Islam) yang sengaja ingin merendahkan dan memperolok Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan meskipun sebagian orang menyatakan sanadnya sahih, namun akal sehat menjadi saksi bahwa hadis itu palsu. Karena kita melihat sendiri bahwa bersin dan kebohongan bisa terjadi secara bersamaan. Seandainya seratus ribu orang bersin ketika mendengar sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, hal itu tidak bisa dijadikan bukti kebenaran hadis tersebut hanya karena mereka bersin. Demikian juga, jika mereka bersin ketika mendengar kesaksian palsu, hal itu tidak menjadikannya benar.

Demikian pula hadis: “Hendaklah kalian makan lentil, karena ia adalah makanan yang penuh berkah, melembutkan hati, dan di dalamnya telah disucikan tujuh puluh nabi.”

Abdullah bin al-Mubarak pernah ditanya tentang hadis ini, dan dikatakan kepadanya bahwa hadis tersebut diriwayatkan darinya. Ia menjawab: “Dariku?!”

Kemuliaan paling tinggi dari lentil hanyalah bahwa ia adalah makanan kesukaan orang Yahudi. Seandainya benar ada satu nabi yang disucikan karena lentil, tentu ia akan menjadi obat penyembuh segala penyakit. Lalu bagaimana mungkin ada tujuh puluh nabi disucikan karenanya?! Padahal Allah Ta‘ala menyebut lentil sebagai makanan yang lebih rendah (adnā) dalam ayat-Nya [Al-Baqarah: 61] dibandingkan manna dan salwa, dan menyandingkannya dengan bawang putih dan bawang merah. Apakah engkau menyangka bahwa para nabi Bani Israil disucikan karena makanan yang seperti ini?

Dan di antara mudarat (bahaya) yang terdapat pada lentil adalah: dapat memicu gangguan empedu hitam (sawda’), menyebabkan perut kembung, angin yang keras, sesak napas, darah kotor, dan berbagai macam gangguan fisik lainnya yang dapat dirasakan secara nyata.

Kemungkinan besar hadis ini dibuat oleh orang-orang yang memilih lentil dibandingkan manna dan salwa, atau orang-orang semisal mereka.

Termasuk pula hadis palsu lainnya seperti:
“Sesungguhnya Allah menciptakan langit dan bumi pada hari ‘Asyura.”

Dan hadis:
“Minumlah ketika sedang makan, maka kalian akan merasa kenyang.”

Padahal kenyataannya, minum saat makan justru merusak makanan, mengganggu proses pencernaannya di lambung, dan menghalangi kematangan makanan secara sempurna.

Contoh lainnya adalah hadis:
“Orang yang paling banyak berdusta adalah para tukang pewarna dan tukang emas.”

Al-Hasan (al-Basri) menolak hadis ini, karena kenyataannya kebohongan pada selain mereka jauh lebih banyak dibandingkan pada para tukang pewarna dan tukang emas. Seperti kaum Rafidhah—mereka adalah makhluk Allah yang paling banyak berdusta—para dukun, orang-orang tarekat sesat, dan para ahli nujum (peramal).

Sebagian orang menakwilkan hadis ini dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “tukang pewarna” (ash-shabbāgh) adalah orang yang menambahkan lafaz-lafaz dalam hadis untuk memperindahnya, dan “tukang emas” (ash-shawwāgh) adalah orang yang merangkai (membuat-buat) hadis yang tidak memiliki asal-usul.

Namun ini hanyalah takwil yang dingin (dipaksakan) untuk membela hadis yang batil.

.... bersambung #2

Diterjemahkan dari Manarul Munif oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah 





Read more...

Followers

Google Friend Connect

Google Friend Wall

Powered By Blogger

  © Blogger template Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP