Rahasia Takdir dan Kelembutan Allah dalam Ujian Hamba-Nya
Ucapan Nabi Yusuf yang jujur (al-Shiddîq):
“Wahai Ayahku, itulah ta'bir mimpiku yang dahulu. Sungguh Tuhanku telah menjadikannya kenyataan, dan Dia telah berbuat baik kepadaku ketika Dia membebaskanku dari penjara dan mendatangkan kalian dari padang setelah setan menghasut antara aku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Di sini disebutkan bahwa Allah berbuat lathîf (lembut) dalam apa yang Dia kehendaki. Ia menyampaikan sesuatu melalui cara-cara tersembunyi yang tidak diketahui manusia. Nama Allah al-Latîf mencakup ilmu-Nya tentang perkara-perkara yang halus dan tersembunyi, serta cara-Nya menyampaikan rahmat dengan jalan yang tidak terlihat. Dari sini muncul makna taltuff (kelembutan tersembunyi), sebagaimana perkataan Ash-habul Kahfi:
“Hendaklah ia berlaku dengan lembut, dan jangan sampai seorang pun mengetahui keberadaan kalian.”
Tampak secara lahiriah bahwa ujian yang menimpa Yusuf—berpisah dari ayahnya, dimasukkan ke sumur, dijual sebagai budak, godaan wanita, fitnah, hingga dipenjara—semua adalah musibah dan ujian. Akan tetapi batinnya adalah nikmat dan pembukaan jalan; Allah menjadikannya sebab kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Demikian pula segala ujian berupa musibah, perintah melakukan hal yang terasa berat, dan larangan meninggalkan syahwat—semuanya adalah jalan yang Allah jadikan untuk mengantarkan hamba-Nya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah Allah menetapkan suatu ketetapan bagi seorang mukmin melainkan itu baik baginya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur maka itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesulitan, ia sabar maka itu baik baginya. Dan itu tidaklah terjadi kecuali bagi orang beriman.”
Maka seluruh takdir adalah kebaikan bagi orang yang dianugerahi syukur dan sabar.
Demikian pula apa yang Allah lakukan terhadap Adam, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad ﷺ —hal-hal yang tampak sebagai ujian berat, tetapi secara batin adalah jalan halus yang mengantarkan mereka kepada kesempurnaan dan kebahagiaan tertinggi.
Perhatikan kisah Musa: Allah menyelamatkannya ketika Fir’aun membunuh bayi-bayi. Allah mewahyukan ibunya untuk menghanyutkannya ke sungai kemudian membawanya justru ke rumah musuh yang ingin membunuhnya, lalu menjadikannya tumbuh di pangkuan mereka. Kemudian Allah keluarkan ia ke tempat aman, memberinya pernikahan dan kecukupan setelah kesendirian dan kesempitan, lalu mengembalikannya ke negeri Fir'aun untuk menegakkan hujjah atas mereka, kemudian mengeluarkannya bersama kaumnya dalam keadaan seakan-akan melarikan diri—namun itu justru menjadi kemenangan dan kebinasaan musuh di depan mata mereka.
Semua ini menunjukkan bahwa Allah melakukan apa yang Dia lakukan demi akibat baik yang Dia kehendaki, hikmah besar yang tak mampu dijangkau akal manusia, sekaligus mengandung rahmat dan nikmat yang luas, serta perkenalan Allah kepada hamba-Nya melalui nama-nama dan sifat-Nya.
Berapa banyak hikmah yang terkandung dalam makan Adam dari pohon yang dilarang dan keluarnya dari surga—hikmah yang rinciannya tidak mampu dijangkau akal. Demikian pula apa yang Allah takdirkan bagi pemimpin anak Adam (Nabi Muhammad ﷺ), untuk mengantarkannya ke derajat paling luhur melalui cara-cara tersembunyi yang membawa akibat paling terpuji.
Demikian pula bagi hamba-hamba dan wali-wali-Nya; Allah menyampaikan nikmat dan kesempurnaan mereka melalui jalan-jalan tersembunyi yang baru mereka sadari ketika telah tampak hasilnya.
Ini semua adalah perkara yang sangat luas hikmahnya, sulit dipahami rinciannya dan sulit diungkap dengan kata-kata. Makhluk yang paling mengenal hal ini adalah para nabi, dan yang paling mengetahuinya adalah Nabi terakhir dan terbaik mereka, kemudian umatnya sesuai kadar ilmu mereka tentang Allah, nama-nama, dan sifat-Nya.
Allah telah mengetahui semuanya sebelum menciptakan langit dan bumi, menuliskannya, dan memerintahkan malaikat menuliskannya kembali sebelum penciptaan manusia. Maka keadaan hamba sesuai dengan apa yang sudah ditulis dan tidak berubah sedikit pun.
Allah berfirman:
“Tidakkah kamu tahu bahwa Allah mengetahui apa yang di langit dan di bumi? Sesungguhnya itu berada dalam sebuah kitab. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.”
Allah telah mengetahui keadaan hamba sebelum mereka diciptakan—apa yang akan mereka lakukan dan ke mana mereka akan kembali. Lalu Allah menciptakan mereka untuk menampakkan apa yang sudah Dia ketahui mengenai mereka. Ia menguji mereka dengan perintah dan larangan, kebaikan dan keburukan; sehingga mereka berhak dipuji atau dicela, diberi pahala atau dihukum, berdasarkan perbuatan nyata mereka yang sesuai dengan ilmu Allah yang terdahulu. Maka Allah mengutus rasul dan menurunkan kitab-kitab sebagai hujjah agar tidak ada yang berkata, “Bagaimana Engkau menghukum kami karena ilmu-Mu tentang kami? Itu bukan dari usaha kami.”
Setelah ilmu-Nya tampak dalam perbuatan mereka melalui ujian dan cobaan, maka pantaslah mereka dihukum atas apa yang telah tampak itu.
Allah menguji mereka dengan syariat-Nya (perintah dan larangan), dan juga menguji mereka dengan takdir-Nya berupa dunia yang diperindah dan syahwat yang ditanamkan dalam diri mereka:
“Sesungguhnya Kami menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya.”
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dan Arsy-Nya berada di atas air, untuk menguji kalian siapakah di antara kalian yang paling baik amalnya.”
Ia menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji hamba, memberi mereka kesempatan, lalu memperlihatkan hasil ujian itu berupa pahala atau siksa.
Allah juga menguji manusia dengan manusia lainnya, dengan nikmat dan musibah. Ujian terhadap Adam menampakkan apa yang Allah ketahui tentangnya, begitu pula ujian terhadap Iblis. Karena itulah Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”
Ujian ini berlanjut pada keturunan mereka hingga hari kiamat: para nabi diuji dengan umatnya dan umat dengan nabinya. Allah berfirman kepada hamba sekaligus kekasih-Nya (Ibrahim): “Sesungguhnya Aku akan mengujimu dan menguji manusia melalui dirimu.” Dan Dia berfirman:
“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan, dan kepada Kami kalian akan kembali.”
“Kami menjadikan sebagian dari kalian sebagai ujian bagi sebagian yang lain.”
Disadur dari Syifa'ul Alil oleh Ibnu Al-Qayyim rahimahullaah (hal. 34)


0 comments:
Post a Comment