Saturday, December 27, 2025

Antara Kurma, Anggur, dan Hati Manusia: Refleksi tentang Nilai dan Manfaat

Kemudian renungkanlah pohon kurma ini, yang merupakan salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah. Engkau akan menemukan padanya berbagai keajaiban dan tanda-tanda yang sungguh menakjubkan. Ketika Allah menetapkan bahwa pada pohon ini terdapat bunga betina yang membutuhkan pembuahan, Dia juga menjadikan padanya bunga jantan yang membuahinya, sebagaimana jantan dan betina pada hewan. Karena itulah pohon kurma memiliki kemiripan yang kuat dengan manusia dibandingkan pohon-pohon lainnya, terutama dengan orang beriman, sebagaimana Nabi ﷺ mencontohkannya. Kemiripan itu tampak dalam banyak sisi:
Pertama, kuatnya akar pohon kurma dan kokohnya ia tertancap di dalam tanah; tidak seperti pohon yang tercabut dari atas tanah dan tidak memiliki ketetapan.
Kedua, baiknya buah kurma, manis rasanya, dan luasnya manfaatnya. Demikian pula seorang mukmin: baik ucapannya, baik amalnya, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Ketiga, kelanggengan pakaian dan perhiasannya; daunnya tidak gugur baik di musim panas maupun dingin. Begitu pula orang beriman, pakaian takwa dan perhiasannya tidak pernah lepas darinya hingga ia bertemu Rabb-nya.
Keempat, mudahnya memetik buahnya; yang pendek tidak membutuhkan usaha memanjat, dan yang tinggi pun mudah dipanjat dibandingkan pohon-pohon tinggi lainnya, seakan-akan telah disediakan tangga dan pijakan menuju puncaknya. Demikian pula kebaikan seorang mukmin: mudah, dekat, tidak sulit dan tidak kikir bagi siapa pun yang menginginkannya.
Kelima, buahnya termasuk buah paling bermanfaat di dunia. Ia dimakan dalam keadaan basah sebagai buah segar dan dalam keadaan kering sebagai manisan; ia menjadi makanan pokok, lauk, dan buah. Darinya dibuat cuka, nathif, manisan, serta digunakan dalam obat-obatan dan minuman. Manfaat kurma dan anggur mengungguli hampir seluruh buah-buahan lainnya.
Manusia pun berselisih pendapat, mana yang lebih bermanfaat dan lebih utama: kurma atau anggur? Al-Jahiz bahkan menulis satu jilid khusus untuk membandingkan keduanya, memaparkan hujjah dari kedua sisi secara panjang lebar.
Penyelesaian perselisihan ini adalah bahwa kurma di tempat asal dan wilayah kekuasaannya lebih utama, lebih luas manfaatnya, dan lebih menguntungkan bagi penduduknya—seperti Madinah, Hijaz, dan Irak. Sedangkan anggur di wilayah asalnya lebih utama dan lebih bermanfaat—seperti Syam, daerah pegunungan, dan kawasan dingin yang tidak cocok untuk kurma.
Aku pernah hadir di sebuah majelis di Makkah—semoga Allah memuliakannya—bersama para tokoh setempat. Topik ini pun dibahas. Salah seorang peserta memanjangkan penjelasan tentang keutamaan kurma dan manfaatnya, lalu berkata di tengah pembicaraannya: “Cukuplah sebagai bukti keutamaannya bahwa kami membeli anggur dengan biji kurma. Bagaimana mungkin buah yang bijinya menjadi alat tukar bisa dikalahkan oleh buah yang dibeli dengan bijinya?”
Peserta lain berkata: “Nabi ﷺ telah menyelesaikan perselisihan ini dan menuntaskannya dengan larangan menyebut pohon anggur sebagai karm (mulia), dan beliau bersabda: ‘Al-karm adalah hati orang beriman.’ Bukankah ini dalil yang paling jelas?” Mereka pun sangat menekankan hal itu.
Aku berkata kepada yang pertama: apa yang engkau sebutkan tentang biji kurma sebagai alat tukar anggur bukanlah dalil, karena ada beberapa sebab. Pertama, kebutuhan kalian akan biji kurma sebagai pakan, sehingga pemilik anggur menginginkannya untuk memberi makan hewan tunggangan dan muatannya. Kedua, biji anggur tidak memiliki manfaat dan tidak dapat dikumpulkan. Ketiga, anggur di tempat kalian sangat sedikit, sedangkan kurma sangat melimpah, sehingga bijinya banyak dan digunakan untuk menukar sedikit anggur. Adapun di negeri yang dikuasai anggur, biji kurma tidak bernilai apa pun.
Dan aku berkata kepada yang berhujjah dengan hadis: hadis itu justru termasuk dalil keutamaan anggur, karena mereka dahulu menamainya karm karena banyaknya manfaat dan kebaikannya. Anggur dimakan basah, kering, manis, dan asam; darinya dihasilkan berbagai minuman, manisan, dibs, dan lainnya. Maka Nabi ﷺ mengabarkan bahwa hati orang beriman lebih layak disebut karm, karena banyaknya kebaikan, kebajikan, rahmat, kelembutan, keadilan, ihsan, nasihat, dan seluruh bentuk kebaikan yang Allah titipkan di dalamnya. Maka ia lebih pantas disebut karm daripada pohon anggur.
Nabi ﷺ tidak bermaksud meniadakan manfaat pohon anggur, atau mengatakan bahwa penamaan karm itu dusta dan kosong makna—seperti menyebut orang bodoh sebagai alim atau orang fasik sebagai saleh. Beliau hanya menjelaskan bahwa hati orang beriman lebih besar manfaat dan kebaikannya daripada pohon anggur.
Inilah—atau semisal inilah—yang terjadi dalam majelis tersebut.
Jika engkau renungkan sabda Nabi ﷺ: “Al-karm adalah hati orang beriman,” engkau akan dapati kesesuaiannya dengan sabda beliau tentang pohon kurma: “Perumpamaannya seperti seorang Muslim.” Dalam hadis Ibnu Umar, beliau menyerupakan pohon kurma dengan Muslim, dan dalam hadis lain menyerupakan Muslim dengan karm, serta melarang pengkhususan nama karm untuk pohon anggur saja.
Sebagian orang menafsirkan makna lain: larangan itu karena dari anggur dihasilkan induk segala keburukan (khamr), sehingga tidak pantas dinamai dengan nama yang mendorong jiwa kepadanya—sebagai bentuk menutup pintu keburukan dalam lafaz. Tafsiran ini boleh saja, tetapi sabda beliau “Karena al-karm adalah hati orang beriman” tampak sebagai penjelasan bahwa hati orang beriman lebih berhak atas nama itu.
Rasulullah ﷺ paling mengetahui maksud ucapannya, dan yang beliau maksud itulah kebenaran.
Secara umum, Allah menyebutkan kepada hamba-hamba-Nya nikmat buah kurma dan anggur sebagai bagian dari nikmat-nikmat-Nya. Makna pertama lebih jelas daripada makna kedua—insya Allah—karena minuman memabukkan dibuat dari buah kurma dan anggur, sebagaimana firman Allah:
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat darinya minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik” (QS. an-Nahl: 67).
Anas رضي الله عنه berkata: “Turunnya pengharaman khamr terjadi saat di Madinah tidak ada minuman dari anggur; minuman mereka hanyalah fadhikh yang dibuat dari kurma.”
Seandainya larangan penamaan karm karena unsur memabukkan, tentu Nabi ﷺ tidak akan menyerupakan pohon kurma dengan orang beriman, karena dari kurma pun dibuat minuman memabukkan. Allah Maha Mengetahui.
Keenam, pohon kurma adalah yang paling sabar menghadapi angin dan kesulitan; sementara banyak pohon besar lain mudah miring, tercabut, atau patah dahan-dahannya, dan tidak setahan kurma terhadap kekeringan. Begitulah orang beriman: sabar menghadapi cobaan dan tidak mudah terguncang.
Ketujuh, seluruh bagian pohon kurma bermanfaat; buahnya bermanfaat, batangnya digunakan untuk bangunan dan atap, pelepahnya untuk atap dan penutup celah, daunnya untuk keranjang, wadah, tikar, dan lainnya; serat dan pelepah dasarnya pun memiliki banyak kegunaan. Sebagian orang bahkan mencocokkan tiap manfaat itu dengan sifat seorang Muslim. Ketika sampai pada durinya, mereka menyamakannya dengan ketegasan mukmin terhadap musuh-musuh Allah dan pelaku kefasikan—keras terhadap mereka seperti duri, lembut dan manis seperti kurma basah terhadap orang beriman dan bertakwa. “Keras terhadap orang kafir, penyayang di antara sesama mereka” (QS. al-Fath: 29).
Kedelapan, semakin tua umurnya semakin banyak kebaikan dan semakin bagus buahnya; demikian pula mukmin, semakin panjang umurnya semakin baik amalnya.
Kesembilan, jantungnya termasuk yang paling baik dan paling manis—sifat yang khusus pada pohon ini; demikian pula hati orang beriman.
Kesepuluh, manfaatnya tidak pernah terputus sama sekali; jika satu manfaat terhenti, manfaat lain tetap ada. Bahkan jika buahnya gagal setahun, masih ada manfaat pada pelepah, daun, serat, dan lainnya. Begitulah orang beriman: tidak pernah kosong dari kebaikan; jika satu sisi kering, sisi lain subur; kebaikannya selalu diharapkan dan keburukannya aman.
Dalam Sunan at-Tirmidzi, Nabi ﷺ bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan aman keburukannya; dan seburuk-buruk kalian adalah orang yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak aman keburukannya.”
Ini adalah pembahasan sisipan tentang hikmah penciptaan pohon kurma dan bentuknya. Mari kembali.
Renungkan bentuk batangnya: engkau akan melihatnya seperti tenunan benang-benang memanjang seperti lungsin dan benang-benang melintang seperti pakan, seolah ditenun dengan tangan. Ini agar ia kuat dan kokoh, tidak patah karena menanggung tandan buah yang berat, tahan terhadap hempasan angin kencang, dan layak digunakan pada atap, jembatan, peralatan, dan lainnya.
Demikian pula kayu-kayu lain; jika engkau perhatikan, tampak seperti tenunan—tidak padat seperti batu keras—melainkan bagian-bagiannya saling masuk memanjang dan melintang. Ini lebih kuat dan lebih sesuai untuk berbagai kegunaan. Seandainya kayu padat seperti batu, tentu tidak mungkin digunakan untuk alat, pintu, wadah, perabot, tempat tidur, peti, dan sejenisnya.
Di antara hikmah agung pada kayu adalah dijadikannya ia mengapung di atas air. Tanpa itu, kapal-kapal tidak akan mampu membawa muatan sebesar gunung dan mengarungi lautan pergi dan pulang. Tanpa itu, manusia tidak akan mendapatkan kemudahan besar dalam mengangkut perdagangan dan barang-barang dalam jumlah besar antar negeri; jika harus lewat darat, biayanya akan sangat besar dan banyak kepentingan manusia akan sulit terpenuhi.
Disadur dari Miftahu Daris as-Sa'adah (2/655-663) oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullaah


0 comments:

Followers

Google Friend Connect

Google Friend Wall

Powered By Blogger

  © Blogger template Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP