Para Sahabat adalah Pemuka Ulama dan Ahli Fatwa
Sebagaimana para sahabat adalah pemuka umat, imam-imamnya, dan para pemimpinnya, maka mereka juga adalah pemuka para mufti dan ulama.
Al-Laits meriwayatkan dari Mujāhid: “Para ulama itu adalah para sahabat Muhammad ﷺ.”
Sa‘īd meriwayatkan dari Qatādah tentang firman Allah Ta‘ālā:
“Dan orang-orang yang diberi ilmu melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah kebenaran.” (QS. Saba’: 6)
Ia berkata: “Mereka adalah para sahabat Muhammad ﷺ.”
Dan firman-Nya:
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu, hingga apabila mereka keluar dari sisimu, mereka berkata kepada orang-orang yang diberi ilmu: ‘Apa yang dikatakannya tadi?’” (QS. Muhammad: 16)
Yang dimaksud orang-orang yang diberi ilmu adalah para sahabat Muhammad ﷺ.
Para Sahabat yang Paling Agung Ilmunya
Yazīd bin ‘Amīrah berkata: ketika kematian mendatangi Mu‘ādz bin Jabal, dikatakan kepadanya:
“Wahai Abū ‘Abdir-Raḥmān, berilah kami wasiat.”
Ia berkata: “Dudukkan aku. Sesungguhnya ilmu dan iman itu tempatnya ada; siapa yang mencarinya akan menemukannya.”
Ia mengulanginya tiga kali, lalu berkata:
“Carilah ilmu pada empat orang:
‘Uwaimir Abū ad-Dardā’, Salmān al-Fārisī, ‘Abdullāh bin Mas‘ūd, dan ‘Abdullāh bin Salām.”
Mālik bin Yakhāmir berkata: ketika kematian mendatangi Mu‘ādz, aku menangis.
Ia berkata: “Apa yang membuatmu menangis?”
Aku menjawab: “Demi Allah, aku tidak menangis karena dunia yang mungkin kudapat darimu, tetapi aku menangis karena ilmu dan iman yang aku pelajari darimu.”
Ia berkata:
“Sesungguhnya ilmu dan iman itu tempatnya ada; siapa yang mencarinya akan menemukannya. Carilah ilmu pada empat orang,” lalu ia menyebutkan mereka.
Kemudian ia berkata:
“Jika mereka tidak mampu menjawab, maka seluruh penduduk bumi lebih tidak mampu lagi. Maka berpeganglah kepada Pengajar Ibrahim.”
Ia berkata:
“Tidaklah aku menghadapi satu persoalan yang aku tidak mampu menjawabnya kecuali aku berkata: ‘Wahai Pengajar Ibrahim.’”
Abū Bakr bin ‘Ayyāsy meriwayatkan dari al-A‘masy, dari Abū Isḥāq, ia berkata:
‘Abdullāh berkata:
“Ulama di bumi ini ada tiga: satu di Syam, satu di Kufah, dan satu di Madinah. Dua yang pertama bertanya kepada yang di Madinah, sedangkan yang di Madinah tidak bertanya kepada keduanya.”
Asy-Sya‘bī berkata:
“Tiga orang saling meminta fatwa satu sama lain.”
Ia menyebutkan:
‘Umar, ‘Abdullāh, dan Zaid bin Tsābit saling meminta fatwa.
Dan ‘Alī, Ubay bin Ka‘b, serta Abū Mūsā al-Asy‘arī juga saling meminta fatwa.
Aku bertanya kepada asy-Sya‘bī:
“Apakah Abū Mūsā termasuk?”
Ia menjawab: “Sejauh yang aku ketahui, iya.”
Aku bertanya: “Di mana Mu‘ādz?”
Ia menjawab: “Ia telah wafat sebelum itu.”
Abū al-Bakhtarī berkata: dikatakan kepada ‘Alī bin Abī Ṭālib:
“Ceritakanlah kepada kami tentang para sahabat Rasulullah ﷺ.”
Ia berkata: “Tentang siapa?”
Mereka menjawab: “Tentang ‘Abdullāh bin Mas‘ūd.”
Ia berkata:
“Ia membaca Al-Qur’an, memahami sunnah, lalu berhenti pada batasnya. Itu sudah cukup baginya.”
Mereka berkata: “Bagaimana dengan Ḥudzaifah?”
Ia menjawab: “Orang yang paling mengetahui para munafik.”
Mereka berkata: “Abū Ḏzar?”
Ia menjawab:
“Bejana penuh ilmu, yang diadoni dengannya.”
Mereka berkata: “Ammār?”
Ia menjawab:
“Seorang mukmin yang mudah lupa; bila diingatkan, ia ingat. Allah mencampur iman dengan daging dan darahnya; api neraka tidak memiliki bagian padanya.”
Mereka berkata: “Abū Mūsā?”
Ia menjawab:
“Ia dicelupkan dalam ilmu dengan celupan yang sempurna.”
Mereka berkata: “Salmān?”
Ia menjawab:
“Ia mengetahui ilmu yang pertama dan terakhir; lautan yang tak pernah kering, bagian dari kami Ahlulbait.”
Mereka berkata: “Ceritakan tentang dirimu, wahai Amirul Mukminin.”
Ia berkata:
“Itulah yang kalian inginkan. Jika aku ditanya, aku memberi; dan jika aku diam, aku memulai.”
Muslim meriwayatkan dari Masrūq, ia berkata:
“Aku meneliti para sahabat Muhammad ﷺ, dan aku dapati ilmu mereka berujung pada enam orang:
‘Alī, ‘Abdullāh, ‘Umar, Zaid bin Tsābit, Abū ad-Dardā’, dan Ubay bin Ka‘b.
Lalu aku meneliti keenamnya, dan aku dapati ilmu mereka berujung pada ‘Alī dan ‘Abdullāh.”
Masrūq juga berkata:
“Aku duduk bersama para sahabat Muhammad ﷺ, mereka seperti kolam-kolam air:
ada yang mencukupi satu penunggang, ada yang mencukupi dua, sepuluh, bahkan seandainya seluruh penduduk bumi datang, mereka akan terpuaskan.
Dan sesungguhnya ‘Abdullāh termasuk kolam-kolam itu.”
Asy-Sya‘bī berkata:
“Jika manusia berselisih dalam suatu perkara, ambillah pendapat ‘Umar.”
Ibnu Mas‘ūd berkata:
“Aku berpendapat bahwa ‘Umar telah membawa sembilan per sepuluh ilmu.”
Ia juga berkata:
“Jika ilmu ‘Umar diletakkan di satu sisi timbangan, dan ilmu seluruh penduduk bumi di sisi lain, niscaya ilmu ‘Umar lebih berat.”
Ḥudzaifah berkata:
“Seakan-akan ilmu manusia dibanding ilmu ‘Umar seperti dimasukkan ke dalam lubang.”
Asy-Sya‘bī berkata:
“Para hakim umat ini ada empat: ‘Umar, ‘Alī, Zaid, dan Abū Mūsā.”
Sa‘īd bin al-Musayyib berkata:
“‘Umar biasa berlindung kepada Allah dari persoalan sulit yang tidak ada Abū al-Ḥasan (‘Alī) padanya.”
Rasulullah ﷺ bersaksi tentang ‘Abdullāh bin Mas‘ūd bahwa ia adalah ghulayyim mu‘allam (anak muda yang terdidik), dan beliau memulai dengannya dalam sabdanya:
“Ambillah Al-Qur’an dari empat orang: dari Ibnu Umm ‘Abd, dari Ubay bin Ka‘b, dari Sālim maula Abī Ḥudzaifah, dan dari Mu‘ādz bin Jabal.”
Ketika penduduk Kufah datang kepada ‘Umar, ia memberi mereka, tetapi memberi penduduk Syam lebih besar.
Mereka berkata: “Wahai Amirul Mukminin, engkau melebihkan penduduk Syam atas kami?”
Ia berkata:
“Wahai penduduk Kufah, apakah kalian gusar karena aku melebihkan penduduk Syam karena jauhnya perjalanan mereka, sementara aku telah mengistimewakan kalian dengan Ibnu Umm ‘Abd?”
Keutamaan Ibnu ‘Abbās
Maymūn bin Mihrān berkata:
Apabila disebutkan Ibnu ‘Abbās dan Ibnu ‘Umar di hadapannya, ia berkata:
“Ibnu ‘Umar lebih wara‘ di antara keduanya, dan Ibnu ‘Abbās lebih berilmu di antara keduanya.”
Ia juga berkata:
“Aku tidak pernah melihat orang yang lebih fakih daripada Ibnu ‘Umar, dan tidak pula orang yang lebih berilmu daripada Ibnu ‘Abbās.”
Ibnu Sīrīn berkata:
“Ya Allah, selama Engkau masih memelihara Ibnu ‘Umar, peliharalah aku agar aku dapat meneladaninya.”
Ibnu ‘Abbās berkata:
“Rasulullah ﷺ mendekapku seraya berdoa: ‘Ya Allah, ajarilah dia hikmah.’”
Dan ia juga berkata:
“Rasulullah ﷺ memanggilku, lalu mengusap ubun-ubunku dan bersabda:
‘Ya Allah, ajarilah dia hikmah dan tafsir Kitab.’”
Ketika Ibnu ‘Abbās wafat, Muhammad bin al-Ḥanafiyyah berkata:
“Telah wafat Rabbānī umat ini.”
‘Ubaidullāh bin ‘Abdillāh bin ‘Utbah berkata:
“Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mengetahui sunnah, lebih kuat pendapatnya, dan lebih tajam pandangannya ketika menilai suatu perkara dibanding Ibnu ‘Abbās.”
Dan sungguh ‘Umar bin al-Khaṭṭāb pernah berkata kepadanya:
“Telah datang kepada kami perkara-perkara hukum yang pelik, dan engkau—serta orang-orang sepertimu—adalah orang yang layak untuknya.”
‘Aṭā’ bin Abī Rabāḥ berkata:
“Aku tidak pernah melihat satu majelis yang lebih mulia daripada majelis Ibnu ‘Abbās; lebih banyak fikihnya dan lebih agung isinya.
Para ahli fikih ada di sisinya, para ahli Al-Qur’an ada di sisinya, dan para ahli syair pun ada di sisinya; ia melayani mereka semua dalam satu lembah yang luas.”
Ibnu ‘Abbās berkata:
“‘Umar bin al-Khaṭṭāb biasa memintaku pendapat bersama para sahabat besar Rasulullah ﷺ.”
Ibnu Mas‘ūd berkata:
“Seandainya Ibnu ‘Abbās hidup sezaman dengan kami, niscaya tidak ada seorang pun dari kami yang dapat menandinginya.”
Mughīrah berkata:
Dikatakan kepada Ibnu ‘Abbās: “Dari mana engkau memperoleh ilmu ini?”
Ia menjawab:
“Dari lisan yang banyak bertanya dan hati yang cerdas.”
Mujāhid berkata:
“Ibnu ‘Abbās dijuluki al-Baḥr (lautan) karena luasnya ilmunya.”
Ṭāwūs berkata:
“Aku menjumpai sekitar lima puluh sahabat Rasulullah ﷺ; apabila Ibnu ‘Abbās menyampaikan suatu pendapat lalu mereka menyelisihinya, ia terus berdiskusi dengan mereka hingga mereka menerima pendapatnya.”
Dan dikatakan kepada Ṭāwūs:
“Engkau menjumpai para sahabat Muhammad ﷺ, lalu engkau justru menyibukkan diri bersama Ibnu ‘Abbās?”
Ia menjawab:
“Aku menjumpai tujuh puluh sahabat Rasulullah ﷺ; jika mereka berselisih dalam suatu perkara, mereka berakhir pada pendapat Ibnu ‘Abbās.”
Ibnu Abī Najīḥ berkata:
Para murid Ibnu ‘Abbās berkata:
“Ibnu ‘Abbās lebih berilmu daripada ‘Umar, ‘Alī, dan ‘Abdullāh,” lalu mereka menyebut beberapa nama, sehingga orang-orang mengingkari ucapan itu.
Mereka berkata:
“Jangan tergesa-gesa menyalahkan kami. Tidak ada seorang pun dari mereka kecuali memiliki ilmu yang tidak dimiliki yang lain, namun Ibnu ‘Abbās telah menghimpun semuanya.”
Al-A‘masy berkata:
“Apabila engkau melihat Ibnu ‘Abbās, engkau akan berkata: ‘Ia adalah manusia paling tampan.’
Jika ia berbicara, engkau akan berkata: ‘Ia adalah manusia paling fasih.’
Dan jika ia menyampaikan ilmu, engkau akan berkata: ‘Ia adalah manusia paling berilmu.’”
Mujāhid berkata:
“Apabila Ibnu ‘Abbās menafsirkan suatu ayat, engkau melihat cahaya pada dirinya.”
Kedudukan Ilmiah ‘Umar bin al-Khaṭṭāb
Asy-Sya‘bī berkata:
“Barang siapa ingin berpegang pada pegangan terkuat dalam peradilan, hendaklah ia mengambil pendapat ‘Umar.”
Mujāhid berkata:
“Apabila manusia berselisih dalam suatu perkara, lihatlah apa yang dilakukan ‘Umar, lalu ambillah.”
Ibnu al-Musayyib berkata:
“Aku tidak mengetahui seorang pun setelah Rasulullah ﷺ yang lebih berilmu daripada ‘Umar bin al-Khaṭṭāb.”
Ia juga berkata:
“‘Abdullāh pernah berkata:
‘Seandainya manusia menempuh satu lembah dan satu celah, lalu ‘Umar menempuh lembah dan celah lain, niscaya aku akan menempuh lembah dan celah yang ditempuh ‘Umar.’”
Sebagian tabi‘in berkata:
“Aku dibawa menghadap ‘Umar, dan para fuqaha di sisinya seperti anak-anak kecil; ia mengungguli mereka dalam fikih dan ilmunya.”
Muḥammad bin Jarīr berkata:
“Tidak ada seorang pun yang memiliki murid-murid terkenal yang menghimpun dan membukukan fatwa serta mazhabnya dalam fikih selain Ibnu Mas‘ūd.
Namun Ibnu Mas‘ūd meninggalkan pendapat dan mazhabnya demi pendapat ‘Umar, hampir tidak pernah menyelisihinya dalam satu masalah pun, dan ia selalu kembali kepada pendapat ‘Umar.”
Asy-Sya‘bī berkata:
“‘Abdullāh tidak berqunut; namun seandainya ‘Umar berqunut, niscaya ‘Abdullāh pun akan berqunut.”
Kedudukan Ilmiah ‘Utsmān bin ‘Affān
‘Utsmān bin ‘Affān termasuk para mufti.
Ibnu Jarīr berkata:
“Hanya saja ia tidak memiliki murid-murid yang dikenal luas yang meriwayatkan dan menyebarkan fatwa, mazhab, dan hukum-hukum ‘Umar setelahnya; para penyampai ajaran ‘Umar lebih banyak dibanding para penyampai ajaran ‘Utsmān.”
Seperti as-Salmānī, Syuraiḥ, Abū Wā’il, dan yang semisal mereka.
Dan beliau—raḍiyallāhu ‘anhu—pernah mengeluhkan sedikitnya para pembawa ilmu yang dititipkan kepadanya, sebagaimana ucapannya:
“Sesungguhnya di sini ada ilmu; seandainya aku mendapatkan orang-orang yang mampu membawanya.”
Disadur dari I'lamul Muwaqqi'in (1/22-35) oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah
Comments